Tuesday, July 26, 2016

Diam Hingga 1000 Kata Tak Terucap, dengan Itulah Aku Menjadi Emas

hipwee-sartika-4-9f61681a4b4e6ec152a9a68248b65a73_850x350

Dari dulu Aku selalu bahagia,karena anak tunggal aku selalu di rawat oleh Ibu dan Ayahku. Aku walaupun bisu aku msih bisa mendengar dan melihat,dan Aku ingin sekali melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an. Dari dulu Ibuku selalu bilang,jika kamu ingin membanggakan kedua orang tuamu tidak usah harus punya duit banyak,Ibu dan Ayahmu hanya cukup Jubah dan Mahkota penghargaan jika d Akhirat nanti ketika kamu kelak menjadi hafidz qur'an. Maka dari itu Aku selalu di ajarkan oleh ibuku mengenal huruf2 hijaiyah,Walaupun aku tidak bisa berbicara tetapi tanganku bisa menulisnya. Jadi Aku menghafal Al-Qur'an setelah Aku hafal aku tulis di kertas setelah itu Aku lihat kembali tulisannya benar atau tidak,walaupun aku punya kekurangan tetapi Aku punya kelebihan untuk menghafal dan langsung di tulis. Memang sulit,tetapi aku ingin memasukkan kedua orang tuaku ke surga,karena kenikmatan di dunia hanya titipan dan kehidupan yang fana,dan akhirat adalah kehidupan yang selama-lamanya, Jika Aku hafidz qur'an Aku bisa memasukkan keluargaku dan 7 keturunanku kedalam surga. Itulah kenikmatan dan karunia Allah yang Allah berikan kepada orang-orang yang mau beribadah dan bersyukur. Seperti yang dilantunkan di Al Qur'an dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 "Dan Allah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepadaNya". Maka Aku selalu ingin beribadah sesuai tuntunan Rasulullah saw yang di ajarkan dalam hadits-haditsnya yang banyak terkumpul dalam kitab-kitabnya para Ulama.

Aku ingin sekali membahagiakan orang tuaku seperti anak-anak lain yang menjadi seorang pengusaha lah,atau dokter atau apapun yang bisa membahagiakan orang tua. Tetapi ternyata permintaan orang tuaku tak sesusah yang kukira hanya menjadi penghafal Al-Qur'an saja kok. Ya,walaupun Aku ingin sekali menjadi pesepak bola yang handal,dan aku pun setiap sore main bola. Memang,ibuku melarangku untuk bermain bola,Tapi aku gigih ingin sekali menjadi pemain bola dan menjadi terkenal.

                    Aku pun setelah tidak bermain bola kembali Aku kembali belajar membaca Al Quran dan menghafalnya kembali seperti dulu lagi. Tetapi rasanya Aku mulai merasa bosan dengan rutinitas seperti ini terus, ya memang wajar kata Mamaku dia bilang kalau masa muda memang butuh out of the box atau yang bisa dikenal keluar dari kebiasaan tapi kata Mamaku harus tetap sesuai sunnah dan tidak melanggar syariat islam. Jadi,Aku mulai berfikir untuk mengahafal Al-Quran dengan cara yang lain. Tetapi,Aku bingung agar Aku terpacu untuk terus menghafal masa harus gonta-ganti metode terus,kan jadi bingung juga. Maka,karena kebingungan itu Aku pun mulai belajar dengan giat dan selalu mendengarkan nasehat-nasehat dari Guru-guru ku di sekolah pesantren. Aku memang dari kecil sudah di pesantren tetapi masih pulang pergi,jadi Aku masih bisa dididik oleh orang tuaku di rumah. Tetapi,orang tuaku bilang kalau aku sudah baligh(remaja) baru aku di asramakan. Sebenarnya Aku tidak takut untuk tinggal sendirian,tetapi Aku cuma takut kalau berpisah dengan orang tuaku. Walaupun Aku suka ngedumel atau ngoceh sendiri kalau kesal dengan Mama atau Ayah tetapi Aku tetep sayang sama mereka, Aku tak siap untuk berpisah dengan mereka. Dan Aku mulai berfikir juga,bagaimana Aku beradaptasi dengan teman-temanku? Bagaimana Aku berbicara dengan temanku? Aku tidak bisa sendirian,tetapi suatu saat pasti Aku akan sendirian.

                     Setiap hari,seperti biasa Aku setiap mendengar adzan selalu ke masjid. Ketika Aku sampai di masjid tiba-tiba tetanggaku bertanya kepadaku,padahal aku tidak membawa pulpen dan kertas bagaimana Aku menjawabnya?. Tetapi, mungkin dia tau Aku bisu jadi dia sudah menyiapkan kertas dan pulpen dan diberikan kepadaku. "Hafidz,kenapa kamu sering ke masjid? Kan di rumah bisa? Padahal kamu ada udzur loh,karena kamu punya kekurangan.." Katanya. Aku menjawabnya hanya dengan senyuman,kemudian qomat berkumandang kemudian Aku belum sempat menjawab dan Aku memberikan isyarat agar menyiapkan shof sholat terlebih dahulu. 

Setelah selesai Sholat Maghrib Aku pun melanjutkan dengan sholat sunnah ba'diyah. Beberapa saat,Aku setelah selesai sholat Aku pun ingin mengambil Al-Qur'an dan membacanya. 

Tapi,tiba-tiba bapak yang tadi bertanya kembali kepadaku pertanyaan yang sama dan kembali bertanya "Lah,kamu kan tidak bisa berbicara,bagaimana kamu membaca itu?" Sambil menunjuk ke Al-Qur'an yang Aku pegang

Aku pun kembali menjawab dengan senyuman. Kemudian dia memberikan kertas dan pulpen itu ke Aku. Aku bukan pakai buat untuk menjawab pertanyaannya,tapi kalian tahu kan Aku malah pakai kertas itu untuk memulai menghafal Al-Qur'an kembali. Pasti kalian bertanya-tanya kenapa Aku tidak menjawab Bapak tersebut, Apakah kalian ingat dengan hadits Rasulullah saw "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka berkatalah yang baik atau diam" maka dengan hadits itu aku pun lebih memilih diam,selain Aku tidak bisa berbicara Aku pun capek menuliskan jawabanku karena jawabannya sudah di jelaskan oleh Rasulullah bahwasanya laki-laki itu wajib ke masjid walaupun dia buta atau lumpuh sekalipun tidak ada udzur baginya kecuali sakit atau udzur yang bisa diterima oleh syariat.

Selasa,2 Februari 2005

Hari paling bahagia yang pernah kurasakan,hari dimana Aku tak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Aku perlahan-lahan mulai bisa melantunkan surat Al-Fatihah dalam sholatku. Aku sangat bersyukur sekali,walaupun Aku tidak sefashih orang pada umumnya,tetapi Aku selalu bersyukur. Kata Mamaku bilang padaku "Hafidz,walaupun kamu punya kekurangan jangan pernah merasa lemah di hadapan orang lain,Biarkan dia menghinamu.. Yang penting kamu tidak menghinakan dirimu dengan meminta belas kasihan ya,nak" kemudian Aku menganggukan kepalaku dan Aku pun tidur di paha ibuku sambil di belai kepalaku dengan tangan lembutnya.

                     Di hari Rabu,3 Februari 2005 adalah hari dimana Aku mengikuti lomba hafalan Al-Qur'an bagi disabilitas. Ketika itu,Aku ditemani oleh Ibuku. Ayahku tidak menemaniku karena dia sedang sibuk berkerja. Aku sangat berharap sekali,ingin sekali rasanya bisa menang diperlombaan ini agar aku bisa membahagiakan dan membanggakan kedua orang tuaku. Beberapa saat aku menunggu giliranku untuk dipanggil maju untuk menyetorkan hafalan yang dia miliki. Pada saat itu,Aku sudah memiliki hafalan 11 juz pada umur 15 tahun. Bukan sebuah rekor baru,temanku berumur 9 tahun sudah hafal seluruh juz yang ada di Al-Qur'an yaitu sebagai Hafidz Qur'an. Seperti namaku,Mamaku menginginkanku sebagai Hafidz Qur'an yang memiliki akhlaq yang mulia dan menyayangi kedua orang tuanya selagi keduanya muda ataupun sudah berumur senja.

"Nomor urut 17 bernama Hafidz maju kedepan" Namaku dipanggil dengan nomor urutku. Aku muali bergetar,aku tidak pernah berada di depan kerumunan orang,aku tidak percaya diri. Aku takut! Rasanya Aku ingin turun saja dari kursi panggung ini. Tetapi beberapa saat Aku teringat dengan tujuanku bahwa Aku ingin membahagiakan kedua orang tuaku dan membanggakan mereka. Dengan tekad itu akupun mulai menuliskan satu persatu huruf yang ada di ayat pertama di surat Al-Baqarah. Walaupun cm tiga huruf,tetapi ini tidak seperti biasanya Aku menulisnya dengan bergetar penuh kekecewaan. Tetapi dengan semangatku Aku pun kembali menuliskan ayat kedua dari surat Al-Baqarah. Yaitu " " yang artinya "inilah Kitab Al-Quran yang tidak ada keraguan di dalamnya bagi orang-orang yang bertaqwa". Aku pun tersentuh dengan ayat ini, dengan kata-kata bagi orang-orang yang bertaqwa berarti tidak semuanya yakin dengan Al-Qur'an ini Kitab Umat Muslim,kitab yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad . Setelah menulis ayat itu Aku pun langsung menulis ayat ketiga dari surat Al-Baqarah. Tetapi,juri disitu hingga meneteskan air mata melihat ku menulis surat Al-Baqarah yang 5 ayat pun belum sampai. Ternyata.. Yang membuat terharu adalah suaraku dan ibuku yang menangis dengan haru. Ketika itu,ternyata selama bertahun-tahun aku bisu.. Akhirnya dengan tanpa operasi,lidahku bisa melantunkan ayat Allah yang mulia ini. Aku pun tersontak kaget dan Aku belum menyelesaikan lombaku,Aku langsung turun dari panggung dan menghampiri ibuku dan memeluknya,Kemudian Aku dan Ibuku sujud syukur kepada Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.

                        Aku pun tak menghiraukan lombaku kembali,Aku dan Ibuku sangkin bahagianya sampai-sampai kami berdua melupakan lomba itu, Dan Ibuku memelukku dengan erat dan mencium dahiku dengan bibirnya yang hangat. Rasanya seperti mimpi, Aku pun mencubit pipiku "Aaaahh!!"Teriakku. "Hey,Apa yang kamu lakukan?" Kata ibuku. "Ini bukan mimpi kan,ma?" Kataku sambil penasaran. Terus ibuku menjawab "ini mimpi nak.. Coba kamu cubit pipimu lagi,pasti tidak sakit" "Aaaaawww!!! Mama menipuku lagii!! Aduhh sakit mah" Teriakku sambil tertawa. "Hahahahaa ada-ada saja kamu,kan ibu bercanda malah kamu turuti.. Gimana sih?" Ibuku bergurau. Inilah momen terkahir Aku dengan ibuku.

Pada tanggal yang sama dengan lomba hafalan Qur'an ku yaitu Rabu,03 Februari 2005 ibuku meninggal karena tertabrak mobil. Pada saat itu kami berdua dijemput oleh Ayah,Ayah menemui kami di seberang jalan. Kami pun melambaikan tangan dan Ayahpun juga. Tetapi,karena kegirangan kami berdua ketika menyebrang jalan tidak melihat kanan kiri. Kami berdua tertabrak tetapi Aku selamat dan ibuku luka parah dan tidak bisa di tolong dan pada saat itu juga Aku kehilangan seorang malaikat tanpa sayap yang selalu mendidikku dengan tulus tanpa pamrih.

Sejak saat itulah Ayah berubah

"Ngapain kamu disini?!" Teriak Ayahku "Aku mau tidur,yah"Jawabku. "Siapa yang ngebolehin kamu tidur di sini?! Hah!" Teriak Ayahku. Aku tau pasti Ayah marah kepadaku,bukan karena tanpa sebab,Ayahku memang masih belum bisa melupakan Ibuku. Baru 1 bulan yang lalu Ibuku meninggal,makanya Ayah masih merasa kehilangan seorang Ibu. Akupun juga,tapi kalau Aku terus-menerus sedih,apa gunanya? Ibu gak akan balik lagi. Ibu sudah di pulang ke Alam sana. Aku ingin sekali menyusul Ibu,tapi nanti Ayah siapa yang mengurusi? Ayah,mengapa Ayah jadi berbeda? Ayah.. Aku rindu Ayah yang dulu.

"Bismillahirrohmanirrohim.." Seketika aku ingin mengaji dan tiba-tiba aku tersentak berhenti. Teringat wajah ibu yang mengajariku mengaji pertama kali,dan akupun hanya mengikuti gerak bibirnya, mengikuti dalam bisu. Aku bersyukur sekarang aku sudah bisa berbicara seperti orang normal. Walaupun sampai sekarang aku bingung mengapa tiba-tiba bisuku hilang seketika saat aku lomba hafalan?, Walaupun di hari itu pula ibuku meninggal dan Ayah ki berubah. Rasanya aku ingin kembali bisu saja kalau Ayah harus berubah dan menanggung sedih karena ditinggal ibu. Ayah, tetapi Hafidz janji suatu hari nanti jika Ayah tetap membenci Hafidz. Aku akan selalu menyayangi Ayah, dan akan terus berusaha menjadi anak yang berbakti kepada Ayah, Dan jika Ayah terus membenci Hafidz, ingatlah, Yah.. Hafidz akan terus menyayangi Ayah. Jangan tinggalkan Hafidz ya, Yah.

Sekembalinya Aku dari les mengaji dekat rumah ku, yang kira-kira tinggal 10 meter lagi aku sampai rumah. Tetapi ketika Aku melihat rumahku, pada saat itu juga pikiranku sangat kacau. Karena, Aku mendapati rumah ku terbakar oleh api merah menyala. Langsung aku berlari sekencang-kencangnya walaupun rumah ku telah dekat. Rumahku pada saat itu dikerubungi oleh kerumunan warga yang membantu memadamkan api. Tak tahan lagi, air mataku pun mengalir di pipiku yang tak kusadari telah membasahi kerah baju ku. Tak tahu harus bagaimana lagi, kaki ku pun mungkin ikut merasa kesedihan yang mendalam. Karena satu-satunya kenangan yang diberikan oleh ibu hanyalah rumah itu. Seketika aku pun tersontak kaget, kemana Ayah ku? Apa masih di dalam?. Aku tanpa pikir panjang langsung berlari ke arah rumah ku yang dilalap oleh api yang ganas, yang tak tahu sudah berapa lama menghanguskan rumah ku. Aku terus berlari,yang warga pun terus menahan ku agar tidak masuk. Seraya menangis Aku pun berteriak "Dimana Ayah?! Ayaaahh!! Apakah Ayah di dalam?!! Ayaah jangan tinggalkan Hafidz sendiri!!!".

Salah satu warga yang tidak menahanku pun mendekatiku dan berkata "hafidz,tenang.. Tenanglah, Ayahmu sudah di tolong oleh warga sebelum kamu datang tadi. Ayah mu sekarang sedang pingsan di rumah salah satu warga yang menolong Ayahmu."

Wajahku yang memerah tiba-tiba kaget. Hatiku pun terasa campur aduk rasanya, antara bahagia atau sedih atau apapun yang tak bisa diungkapkan oleh kata-kata. "Pak, dimana Ayah?" Aku langsung bertanya setelah mendengar kalau Ayahku ternyata sedang pingsan dan sedang di rumah salah satu warga. "Ayo, ikut aku" kata bapak itu yang menenangkan ku dan memberi berita tersebut.

Aku berjalan setapak demi setapak. Walaupun Aku tahu Ayah sedang berada di tempat yang aman sekarang,tetapi mengapa perasaanku tidak enak seperti ini? Apakah Ayah memanh benar tidak apa-apa? Apa yang terjadi?. "Pak kenapa rumahku bisa terbakar?"tanyaku pada bapak tersebut, "bapak juga tidak tahu, Nak. Yang bapak tahu tadi tiba-tiba rumah mu sudah terbakar seperti itu dan warga pun langsung mencari dan menolong Ayah mu".

Dan akhirnya Aku pun sampai di rumah warga itu. Aku mendapati Ayah terbujur kaku di atas kasur yang setebal 5 senti, Aku tak membayangkan kalau Ayah yang selalu merah padam setiap melihatku, sekarang Aku melihat dirinya pucat dan dingin. Itulah pertama kalinya -setelah ibu meninggal- Ayah mukanya tenang seperti itu. Tetapi walaupun muka Ayah tenang,tapi aku tidak tenang. Aku langsung menggeser orang yang duduk di sebelah Ayah ku. Aku langsung membisikkan kata-kata di telinga Ayah ku "Ayah, aku telah berjanji kepada diriku sendiri bahwa aku sampai kapanpun jika ayah terus membenci aku, Aku akan terus selalu menyayangi Ayah.. Jangan tinggalkan Aku, Yah. Aku tak ingin sendiri."

Setelah aku membisikkan itu Aku pun mulai membacakan Al-Qur'an dan beberapa surat yang Aku hafal di sisi Ayahku. Mungkin ini kali pertama -jika Ayah sadar- Ayah mendengar Aku mengaji, karena selama ini yang mendengar ngaji ku hanya ibu dan guru ngaji ku. Sekalipun Ayah belum pernah dengar,karena setiap ibu mengajariku Ayah tidak ada di rumah. Entah pergi memancing ikan,entah pergi berkerja pokoknya sedang tidak di rumah. Dan setelah ibu meninggal Ayah selalu benci melihat Aku mengaji karena ibu meninggal ketika aku dan ibu baru pulang dari lomba hafalanku. Makanya Ayah tidak pernah dan mungkin tidak akan ingin melihatku mengaji.

Tapi,saat ini Ayah -yang aku tak tahu mendengarnya atau tidak- mendengarku mengaji tepat di sebelahnya. "Fabi ayyi aala irobbikuma tukadzibaan" Ayat yang berada di surat Ar-Rahman. Nikamat tuhan mana lagi yang engkau dustakan?. Arti ayat tersebut. Dan setelah aku selesai membaca surat tersebut, tangan Ayah ku mulai bergerak. Aku ketika melihat itu,aku langsung menghentikan ngaji ku dan langsung memegang tangan Ayah ku itu. "Ayahh.. Ayaah.. Bangun, Yah.. Apakan Ayah sudah sadar?". "Hafidz.. Maafkan bapakmu ini.. Bapak bukan bapak yang…."kata Ayah ku lirih,pada saat ia berbicara Ayah belum membuka matanya. "Mungkin Ayahmu ini.. Bukan bapak yang.. Baik" lanjut Ayahku "Ayah sudah menjadi Ayah yang baik sekaligus Ibu yang baik, Ayah.. Ayah adalah pahlawanku selama-lamanya.. Hafidz sayang Ayah" tak kusadari air mataku telah menetes ke pipi ku. Dan Ayah pun membuka matanya dan melihat diriku yang sedang menangis. "Kenapa? Ayah tak pantas di tangisi.. Ayah.. Ayah bukan Ayah yang pantas untuk anak yang baik seperti mu. Padahal Ayah selalu membentak mu,tapi kenapa kamu selalu baik kepada Ayah?" "Karena Ayah adalah Ayahku".

Ayahpun duduk dan langsung memelukku. Ternyata ini rasanya pelukan Ayah. Hangat,nyaman.. Tetapi juga dingin, aku pun langsung memeluk erat Ayah ku. Aku tak pernah merasakan pelukan Ayah, baru kali ini aku merasakan pelukan Ayah yang sangat aku rasakan ketulusannya. Semakin erat aku memeluk Ayah semakin aku merasakan betapa dinginnya tubuh Ayah. "Ayah sangat sayang padamu, Nak" "Hafidz lebih sayang sama Ayah, Hafidz gak mau di tinggal kedua kalinya, Ayah jangan tinggalin Hafidz.." Sambil menangis tersedu-sedu aku mengatakannya. Aku sangat takut jika Ayah meninggalkan ku. Tiba-tiba pelukan Ayah semakin lemas dan pegangannya mulai lepas,kepalanya tersender di bahuku. "Ayah? Ayah?.. Kenapa, yah? Kok ayah dingin banget??" Ketika aku melepas pelukan Ayah, Aku pun baru sadar Ayah pingsan kembali. Warga yang di dekatku pun langsung mengecek seluruh nadi Ayah. Aku semakin panik, Ayah hanya pingsan kan? Ayah baik-baik saja kan? Tadi muka Ayah tampak baik-baik saja kok. "Hafidz, jangan bersedih ya, Nak.. Bapakmu sudah tiada" Aku pun menatap nya dengan melotot "Tidak! Ayah itu kuat! Ayah tidak akan meninggalkan ku.. Ayah tadi baik-baik saja kok..!! Ayah gak boleh meninggal!" Aku pun menangis histeris dan memluk ayah sekali lagi "Ayaaahh.. Bangun Ayah! Ayah gak akan ninggalin Aku! Walaupun Ayah suka membentakku,itu lebih baik daripada Ayah meninggalkanku.. Lebih baik aku dipukuli sampai kepalaku bocor daripada harus melihat Ayah terbujur kaku di sini.. Ayaaahhh!!!" 

"Sudah, Nak Hafidz.. Yang tenang,sabar.. Semua cobaan pasti ada hikmahnya. Allah itu maha adil dan Ingat kan? Allah maha penyayang.. Jika Ayah dan Ibumu meninggalkanmu,ingat ada Allah yang selalu di sisimu dan tidak akan meninggalkanmu jika kamu selalu di sisi-Nya juga" itulah kata-kata guru ngaji ku yang selalu aku ingat dan hafal hingga sekarang.

Setelah 15 tahun kemudian..

Aku sekarang sudah menikah dengan seorang wanita yang sangat Aku cintai. Dialah Sekar, sang wanita yang mencintai ku juga. Dia sudah sangat hafal dengan ceritaku ini, cerita yang selalu membawa ingatanku kembali ke masa-masa itu. Sekarang Aku sudah mempunyai 2 anak Muhammad dan Fathimah. Dialah bagaikan malaikat kecilku yang menghiburku ketika Aku lelah setelah pulang kerja. Aku sekarang sudah bahagia, dan aku tak akan pernah melupakan itu semua. Aku akan selalu mendekapnya, memeluknya erat-erat ingatan itu. Dan ku ingat semua, Ayah dan Ibu.. Ya Allah, ampunilah kedua orang tua ku, dan sayangilah mereka seperti mereka mengurus hamba masih kecil.. Amin

  Tamat    Cerita Oleh    Siti Syarafina Hasyim

Diam Hingga 1000 Kata Tak Terucap, dengan Itulah Aku Menjadi Emas
read more

0 comments:

Post a Comment


Top