Dear Ayah, kami rindu… Sungguh kami ingin merasakan genapnya kasih sayangmu. Lembutnya belaianmu. Kesabaranmu ketika menghadapi celotehan dan rengekan kami. Tapi apa daya kami? Ketika kasih sayangmu tiada lagi menyertai kami 'tuk tumbuh dewasa. Seringkali hati ini iri. Iri ketika melihat mereka yang selalu berkumpul bersama ayahnya. Seringkali hati ini cemburu. Cemburu pada teman yang masih selalu bisa bercanda tawa dengan ayahnya, dengan keluarga utuhnya.
Wahai Ayah… Kau yang dulu pernah kami junjung begitu tinggi. Kenapa kau begitu tega meninggalkan kami? Lantas apa yang kau harap kami lakukan? Ketika kau yang dulu hilang begitu saja, menorehkan luka, muncul kembali dalam hidup kami. Iya, hidup kami. Kami yang tak merasakan utuhnya arti sebuah keluarga.
Kepergianmu yang tiada kabar membuat kami sering bermuram durja. Betapa seringnya kami sedih memikirkanmu, ketika kami melihat keluarga lain yang begitu bahagia. Sungguh ketika itu, saat itu, saat kami belum mengetahui fakta yang terjadi di antara kau dan Ibu, kami masih selalu percaya bahwa kau akan kembali dan menghidupkan lagi keceriaan kami yang dulu meredup dan mati.
Kami masih selalu percaya bahwa kau masih selalu menyayangi kami. Kau tahu kenapa kami masih percaya? Itu karena kau tak pernah marah kepada kami, kau tak pernah menghukum kami ketika kami salah, kau selalu memanjakan kami. Kau tahu? Bahkan ketika ada kabar burung yang mengabarkan bahwa kau telah mendua, membina keluarga baru di tempat nan jauh di sana, kami masih percaya bahwa berita itu tak benar.
Namun… sekali lagi kami harus kecewa. Berita itu bukan hanya sekedar berita, tapi itu fakta yang terselubung sekian lama. Lantas kami harus bagaimana? Seketika itu, kepercayaan kami luluh lantak. Hati kami semakin pedih, perih. Tapi apa kau pernah benar-benar peduli pada perasaan kami saat itu? Bahkan sebuah kata maaf pun tak terucap dari bibirmu. Bahkan sekedar pertanyaan apa kabar darimu pun tak jua kami dengar. Sungguh bukan hal yang mudah untuk bisa memaafkanmu dan menerima kau kembali. Kau mungkin tak bergabung lagi bersama keluarga kami, namun bagaimanapun juga, kau adalah ayah kami. Darahmu mengalir di sela-sela nadi kami.
Duhai Ayah… Sungguh hingga saat ini, kami masih berjuang keras untuk menerima semua kenyataan pahit ini. Kenyataan yang pernah merubah karakter kami. Kau tahu? Kami yang dulunya periang berubah menjadi pendiam. Tak ada lagi senyum tulus yang merekah indah dari bibir kami. Tapi kami tahu, apapun yang terjadi, kami harus tetap maju dan kami harus tetap menjalani hari-hari kami tanpamu dengan segenap hati kami. Kami percaya bahwa selalu ada hikmah yang tersembunyi di balik setiap kejadian dalam hidup kami.
Teruntukmu Ayah… Sungguh kami tak ini lagi membencimu. Kami ingin berdamai dengan luka lama kami. Maka tak bisakah kau bantu kami? Kami hanya ingin kau peduli pada kami, meski hanya dengan sekedar menanyakan kabar. Jauh di dalam lubuk hati kami, kami masih percaya bahwa masih ada secercah kepedulianmu pada kami, meski mungkin kau tak berani untuk menunjukkannya kepada kami.
Dear Ayah… Terima kasih atas segalanya. Terima kasih atas kasih sayangmu. Kasih sayang yang pernah kau curahkan pada kami, sungguh pernah membuat kami menikmati hidup kami. Terima kasih atas perhatianmu. Perhatianmu pernah membuat kami menjadi anak yang paling bahagia. Terima kasih atas luka yang pernah kau torehkan. Dari luka itu, kami belajar untuk menjadi lebih dewasa. Memang tak mudah, tetapi kami yakin kami bisa mengatasinya.
Sungguh kami percaya bahwa Allah SWT takkan pernah memberi cobaan di luar batas kemampuan kami. Selalu ada hikmah yang bisa kami petik dari kejadian ini. Kami ingin menjadi lebih dewasa, menerima segala ketetapan-Nya dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Sungguh dari kejadian ini, kami belajar untuk mencintai kehilangan karena dengan kehilangan ini, kami bisa lebih mendekatkan diri kami pada-Nya. Terima kasih Allah yang masih membimbing kami untuk mendekatkan diri kami pada-Nya.
Dan buat kalian yang pernah merasakan kisah yang sama, percayalah… Tak ada luka tanpa bahagia. Tak ada masalah tanpa solusi. Tak ada derita tanpa senyuman. Selalu ada hikmah tersembunyi di balik setiap kisah pedih yang kita alami. Belajarlah, berjuanglah dan tumbuhlah dewasa! Sungguh setiap masalah ada untuk membuat kita dewasa, untuk menguatkan kita, serta mendekatkan kita kepada cinta-Nya yang sungguh takkan pernah lekang oleh waktu. Sungguh Allah akan selalu beserta kita di setiap langkah hidup kita.
Surat Terbuka untuk Ayah, Dari Kami yang Tak Lagi Rasakan Kasih Sayangmu Sepenuhnya
read more
0 comments:
Post a Comment