Seorang pemuda sedang duduk di bangku taman sambil terus memandangi kertas yang sedang dipegangnya. Kertas tersebut merupakan sepucuk surat yang diberikan oleh ayahnya setahun yang lalu. Sejak tahun lalu, ia telah kehilangan ayah yang selama ini menjadi sahabat dan sosok pahlawan baginya untuk selama-lamanya. Masih teringat jelas di benaknya, detik-detik terakhir sebelum akhirnya ayahnya menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ayahnya mengucapkan bahwa saat ini juga akan berlalu sambil menyerahkan sepucuk surat yang ditulisnya sendiri. Sedih dan bingung itulah yang pemuda itu rasakan ketika itu. Ia merasa masih begitu banyak hal yang harus dipelajarinya dari sosok yang telah dengan sabar mengajarkannya tentang kehidupan dan menjadi teladannya selama ini, tetapi sekarang ia telah tiada. Ia hanya meninggalkan kata-kata yang membingungkan serta sepucuk surat.
Semenjak menerima surat dari ayahnya, pemuda tersebut belum berani membuka dan membaca suratnya. Ia masih merasa tidak percaya bahwa ayah yang dikasihinya telah tiada. Jika ia membuka surat yang diberikan oleh ayahnya tersebut semakin menyadarkan dirinya bahwa ayahnya telah pergi meninggalkannya untuk selamanya. Akan tetapi, pemuda tersebut teringat ucapan yang sering diucapkan ayahnya ketika hidup, bahwa segala sesuatu tidak ada yang abadi, semua akan berlalu pada waktunya, sehingga ia menyadari bahwa cepat atau lambat ia harus menerima bahwa ayahnya telah tiada. Selang setahun setelah kematian ayahnya, kini pemuda tersebut telah memberanikan diri untuk membuka dan membaca surat tersebut sambil duduk di bangku taman yang biasa ia duduki bersama ayahnya. Pemuda tersebut terus memandangi surat yang pada bagian depan amplop tertulis ‘Untuk: Anakku yang kukasihi’ tersebut, sebelum akhirnya dengan perlahan membuka surat tersebut.
Anakku,
Ketika kamu membaca surat ini berarti ayah telah tiada, maafkan ayah karena ayah tidak bisa selalu menemanimu secara langsung dalam setiap fase hidupmu. Akan tetapi, ayah berharap kamu tidak kecewa pada ayah maupun Tuhan, karena ingatlah bahwa segala sesuatu tidak ada yang abadi, semua akan berlalu pada waktunya. Sekarang adalah waktunya ayah untuk selalu memperhatikan dan menjagamu dari atas.
Anakku yang tersayang, ayah juga ingin kamu selalu ingat bahwa bukan hanya benda yang akan berlalu, tetapi saat ini juga akan berlalu. Ayah tahu mungkin kamu sedih ketika ayah meninggalkanmu, tetapi kamu harus ingat bahwa saat-saat kamu sedih itu akan berlalu. Jadi, jangan terlalu larut akan kesedihanmu. Ketika memang sudah waktunya untuk berlalu biarkanlah ia berlalu dan siapkan hatimu untuk menerima hal lain yang datang padamu. Ketika kamu bahagia, ingatlah juga bahwa saat kamu bahagia akan berlalu juga. Jadi, nikmati dan hargai kebahagiaanmu tersebut, tetapi juga jangan telalu larut akan kebahagiaan. Begitu juga ketika kamu merasa kecewa ataupun dikhianati, ingatlah bahwa hal-hal tersebut nantinya juga akan berlalu. Ketika memang saatnya sesuatu hal datang dalam hidupmu, jalani dan syukurilah karena hal tersebut nantinya akan berlalu dalam hidupmu. Ketika memang hal tersebut harus berlalu dalam hidupmu relakanlah, karena memang sudah waktunya untuk berlalu, berarti akan ada hal lain yang akan datang kepadamu atau mungkin hal tersebut akan menghampirimu lagi di waktu yang lain.
Ini adalah nasihat terakhir yang dapat ayah berikan kepadamu. Maafkan ayah karena tidak bisa lagi selalu memberikan nasihat ketika kamu membutuhkan. Akan tetapi, ayah ingin kamu selalu ingat nasihat ayah ini bahwa saat ini juga akan berlalu. Ayah percaya kamu pasti akan selalu dapat melewati semua hal yang terjadi dalam hidupmu. Ingatlah juga bahwa ayah tidak meninggalkanmu, tetapi selalu memperhatikan dan menjagamu dari atas. Janganlah terlalu bersedih, ingatlah saat ini juga akan berlalu. suatu saat kita akan bertemu lagi. Sampai saat itu tiba, syukuri dan nikmatilah hidupmu dengan baik. Sampai bertemu lagi anakku.
Pemuda itu membaca surat tersebut sambil berurai air mata. Beberapa kali ia mencoba untuk menahan air matanya tetapi ia tidak mampu menahan air mata yang terus mengalir ke pipinya. Dengan susah payah, pemuda tersebut akhirnya membaca surat tersebut hingga habis dan menutup surat tersebut. Ketika ia mengembalikan surat tersebut di dalam amplop, ia menyadari bahwa di bagian belakang amplop tertulis ‘Dari: Ayah yang selalu mengasihimu’. Setelah melihat tulisan ayahnya itu, pemuda tersebut melihat ke atas dan memaksa tersenyum sambil berkata ,” Maafkan aku karena aku baru bisa menerima bahwa Ayah telah tiada sekarang. Aku berjanji akan selalu mengingat nasihatmu. Terima kasih telah menjadi ayahku. Aku juga menyayangimu. Sampai berjumpa lagi, Ayah.”
Dari cerita singkat di atas, kita bisa belajar bahwa terkadang kita seperti pemuda tersebut, terlalu larut akan satu hal (misalnya kesedihan). Kita tidak merelakan hal itu (kesedihan) untuk berlalu dari hidup kita, sehingga kita tidak bisa menerima hal yang lain. Padahal, pada dasarnya segala sesuatu bersifat sementara. Semua akan ada waktunya untuk datang dan pergi. Pada akhirnya, saat ini juga akan berlalu.
Pada Akhirnya, Saat Ini Juga Akan Berlalu
read more
0 comments:
Post a Comment