Tuesday, July 5, 2016

Aku Memaafkan, Tanpa Perlu Mendengar Ucapan Maaf

hipwee-o-FORGIVENESS-facebook

Manusia lahir di dunia ini bukan dengan kehendak sendiri. Tuhanlah yang bekerja sama dengan rahim ibu, untuk melahirkan manusia-manusia baru. Banyak orang berkata, bayi lahir ke dunia dengan tangisan, sebab ia menyadari bahwa hidupnya di dunia akan selalu diliputi dosa. Meski bayi adalah kertas paling putih. Lahir dari tempat yang sama, tidak membuat manusia sadar dirinya siapa. Ada yang merasa dirinya paling tinggi, paling mulia, paling bahagia, paling suci, paling baik. Bukankah selama hidup di bumi, tak ada yang harus merasa ‘paling’? Bukankah selama hidup di bumi, manusia tetap harus membumi?

Tidak ada yang sadar.

Pun dirimu.

Ya. Aku pernah mengenalmu lewat masa yang lampau. Aku tak pernah bersinggungan denganmu, dalam beberapa masa. Tapi entah, apa yang telah aku perbuat padamu, sehingga kamu mencoba menjatuhkanku. Membuat hidupku berantakan. Bahkan membuat teman-teman sepermainanku mendadak bermuka dua, mendadak tak kukenal.

Aku tau, kamu memiliki segalanya. Rupa, harta, raga, suara. Apalah aku, dibanding dirimu. Tapi, mengapa kamu akhirnya membuat semua yang ada padaku turut pergi? Apakah hidupmu kurang menyenangkan?

Mungkin hidupku memang lebih menyenangkan, sehingga aku tak perlu melakukan apa-apa untuk membuatmu ingin menjatuhkanku. Bahkan aku hanya bernapas! Itu sudah membuatmu kalang kabut.

Aku tak keberatan jika kamu membenciku. Tapi biarlah, hanya dirimu yang perlu memelihara rasa bencimu. Jangan menularkannya pada orang lain yang bahkan dulu sangat menyayangiku. Tahukah kamu bahwa hal itu akan semakin menyiratkan ketidakberdayaanmu melawan kebahagiaanku?

Aku tak pernah sama sekali mengusikmu. Bahkan menyadari kehadiranmu saja terkadang aku lupa. Aku sudah sangat melupakan perlakuan-perlakuanmu yang sangat menyakitkan dan menjijikkan dulu. Padaku, atau pada orang-orang terdekatku. Kamu pikir aku tak pernah tahu, apa yang kamu lakukan dibalik senyuman dan akting teraniayamu?

Aku tahu.

Tuhan tahu.

Aku tahu, itu bukan senyuman. Itu seringai. Seperti seringai serigala yang siap menerkam mangsa.

Tak pantas kamu berkata ingin mengubah diri menjadi lebih baik jika hidupmu hanya diliputi kebencian. Kebencian. Kebencian.

Sejujurnya, aku mengasihanimu. Kita sama-sama perempuan. Tapi tak kulihat kelembutan seorang perempuan pada dirimu. Sungguh aku sangat iba, sebab dari rahimmu akan lahir anak-anak yang kelak akan kamu didik sedemikian rupa agar berguna bagi nusa bangsa agama. Berhentilah. Apakah kamu tidak lelah?

Aku menulis ini bukan karena aku membencimu. Aku tidak membencimu, sama sekali. Dalam doaku, aku tak pernah berkata buruk. Aku selalu mendoakan semua yang terbaik bagimu dan segala hal yang berhubungan denganmu.

Aku tahu, mungkin sampai kiamat pun, kamu tidak akan pernah memadamkan bara di hatimu untukku. Kamu tidak akan pernah menceritakan hal yang sebenar-benarnya tanpa dibumbui fitnah sekalipun pada orang-orang di sekitarmu tentang aku. Kamu tidak akan pernah mengulurkan tangan dan mengucap maaf padaku.

Tidak masalah. Kamu tahu? Ini lebaran keduaku diliputi kebencian olehmu. Mungkin masih akan lebaran ketiga, keempat, kelima, dan seterusnya. Mungkin kamu akan berhenti jika maut sama-sama memisahkan kita berdua.

Namun, sebelum itu terjadi, aku ingin berkata sesuatu.

Aku memaafkanmu.

Aku memaafkan semuanya.

Terserah, meskipun kamu tidak akan pernah meminta maaf. Aku hanya ingin membuat semuanya menjadi mudah. Aku tidak ingin membebani hatiku dengan terus mengharap permintaan maafmu. Tidak. Separuh hidupku hanya akan sia-sia. Mungkin kamu akan berpikir, untuk apa minta maaf? Pasti kamu berpikir akulah yang salah. Tidak apa. Untuk itu, kutambahkan kata ‘aku minta maaf’.

Aku minta maaf dan aku memaafkanmu.

Tidakkah lebih indah jika begini? Aku tidak akan lagi ambil pusing dengan segala fitnah dan sumpah serapah yang kamu layangkan kepadaku. Aku tetap mendoakan hal baik selalu datang kepadamu.

Semoga kamu selalu berbahagia dan hatimu diliputi kedamaian.

Selamat Idul Fitri.


Aku Memaafkan, Tanpa Perlu Mendengar Ucapan Maaf
read more

0 comments:

Post a Comment


Top