Thursday, June 30, 2016

Sebuah Renungan : Bertambahkah Iman Kita Saat Melihat Hamparan Karya dan Ciptaan-Nya?

hipwee-lone-mountaineer-at-summit

Saat masih kuliah, saya pernah diminta oleh guru mengaji untuk membaca buku "Allah SWT" tulisan Said Hawwa. Buku bersampul hijau yang bercerita tentang bagaimana luar biasanya kekuasaan Allah dan mengajak para pembaca untuk mentadaburi ciptaaNya dalam rangka menambah keyakinan kita sebagai Hamba.

Teringat betul saat sudah mengkhatamkan buku tersebut, saya memutuskan buku ini menjadi salah satu buku yang sangat berpengaruh dalam hidup saya, hingga saat ini. Meskipun ketika membaca kalimat demi kalimat, bait demi bait, jujur saya merasa agak berat karena gaya tulisan sang penulis yang memang dikenal tidak ringan, puitis dan butuh waktu untuk dicerna.

Pernah suatu hari ketika menunggu ban motor yang sedang ditambal, beberapa pekan setelah menuntaskan baca buku, mata saya tertuju pada tiga batang rumput liar yang tumbuh tak jauh dari tempat kaki saya berpijak. Entah mengapa tulisan-tulisan di buku tersebut melintas dalam benak saya. Saya diajak mentadaburi salah satu ciptaan Allah ini.

Euis, coba lihat. Satu batang rumput sekecil itu punya sistem hidup yang kompleks. Ada sistem pencernaan, pengeluaran, pernafasan dan sebagainya. Masing-masing helai daunnya bisa berfotosintesis sendiri. Seandainya kita cabut sehelai daunnya, insya Allah ia akan tetap hidup. Nampaknya kecil, tapi lihat betapa besar kuasa Allah yg terjadi padanya

Sekarang alihkan pandanganmu ke pohon besar yang ada di dekat sana. Fokuslah melihat salah satu helai daun yang ada di sana. Ia punya sistem fotosintesisnya sendiri. Kalaupun ada satu helai daun yg mati dan gugur, yang lain tetap akan bisa bertahan hidup. Itu baru satu helai, padahal pohon itu punya ratusan bahkan mungkin ribuan helai daun. Dan ada kuasa Allah di sana! Allahu akbar.. Tubuh saya tiba-tiba bergetar. Dada saya berdegub lebih kencang. Merasakan betapa besar kuasa Allah pada makhluk yang Ia ciptakan..

Hal serupa kembali terjadi jauh sebelum saya menikah. Kala itu saya diminta mengisi training untuk mahasiswi-mahasiswi yang terhimpun dalam UKM sie kerohanian Islam salah satu fakultas di bawah bendera UNAIR. Terjadwal dua hari saya harus berbagi di sebuah kota dingin di Jawa Timur (lupa tepatnya, Pacet, Trawas atau Tretes).

Usai memberikan training sesi 1 yang kebetulan dihelat pada malam hari, seluruh peserta diminta istirahat. Saya memilih tinggal sejenak di ruangan itu. Ruangan berdesain joglo, yang dibiarkan terbuka benar-benar membuat saya jatuh cinta. Menikmati pemandangan malam yang tetap indah dengan ditemani angin dingin yang berhembus pelan memainkan jilbab saya. Sawah terhampar luas, bintang-bintang bersinar terang, kolam dengan koi-koi cantik yang berenang di bagian bawah pendopo, berikut gemericik air dan suara jangkrik yg bersahut-sahutan. Perfect!

Tiba-tiba ada salah satu peserta yang datang menghampiri. Beliau memperkenalkan diri sebagai Putri (bukan nama sebenarnya), salah satu peserta dan kebetulan satu almamater saat SMA.

Putri : "Mbak,maaf ganggu. Boleh saya minta waktu buat diskusi?" 
*Saya tak bisa melupakan wajah seriusnya saat itu

Saya : "Oya dek, dengan senang hati.."

Putri : "Hmm, sebenarnya saya gak percaya sama Tuhan mbak. Termasuk Tuhan yg bernama Allah."

*Jujur saya agak shock dengan pernyataannya. Karena saya sadar, saya diundang oleh teman-teman SKI yag notabene mereka sudah paham Islam dan punya semangat belajar Islam. Sekian tahun saya berinteraksi, insya Allah tidak ada anak-anak SKI yang tidak percaya Allah*

Saya : "Oya? Maaf, tapi bukannya sekarang dek Putri sedang ikut acara teman-teman SKI ya? Orang awam melihat setidaknya SKI tempat orang-orang yang semangat ber-Islamnya tinggi. Apalagi ini acara untuk para calon pengurus baru." 
*Saya tak mampu menyembunyikan rasa penasaran*

Putri : "Iya mbak, saya pengen masuk SKI meski saya gak percaya Tuhan. Saya hanya penasaran apa sih yang membuat temen-temen SKI mau segitunya susah payah membuat event dengan dalih berdakwah. Padahal mereka tidak dibayar. Bahkan tak jarang harus berkorban waktu, tenaga termasuk uang!"

Saya : "Hmm, oke.. Semoga suatu hari nanti dek Putri temukan jawabannya ya, kenapa teman-teman SKI bisa seperti itu. Sekarang kita diskusi dulu tentang pertanyaan tadi."

*Jujur ini pertama kalinya saya dilempar pertanyaan seperti ini. Saya hanya mampu berdoa dalam hati agar Allah tuntun harus berucap apa*

Saya : "Dek, coba lihat gunung yang tegak berdiri di depan sana. Menurutmu, siapa yang meletakkan gunung sebesar itu di sana?

Putri : "Hmmm…."

*Terlihat betul dia sedang berpikir keras. Hening cukup lama tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari lisan kami berdua. Tiba-tiba ia pun berkata,

Putri : "Aku gak tau mbak, tapi yang pasti dia tidak akan ada dengan tiba-tiba. Pasti ada yang meletakkannya.."

Saya : "Yup, sepakat. Pasti ada yang meletakkannya. Sekarang coba lihat ikan-ikan di bawah kita. Kita tahu airnya sangat dingin. Lalu siapa yang membuatnya bisa bertahan dari rasa dingin yang begitu sangat meski harus seumur hidup dia di sana. Siapa pula yang mengajarinya mampu berenang?"

Putri : "Hm, sesuatu mbak.. Ada sesuatu yang membuat dia bisa seperti itu" *ujarnya setelah sekian lama terdiam sambil mengernyitkan dahi meihat ikan2 itu bergerak kesana kemari*

Saya nyalakan korek yang kebetulan ada di tangan.
Saya : "Dek, apa yang terjadi dengan api ini jika kandungan udaranya, misal nitrogennya, lebih sedikit saja dari normal? Misal lebih nol koma nol nol nol sekian persen saja?"

Putri : "Apinya pasti ke mana-mana mbak. Bahkan sangat mungkin tempat kita berdiri akan terbakar dengan cepat"

Saya : "Lalu siapa yang mengatur kadar udara kita demikian cermatnya hingga kebakaran besar itu tak terjadi saat ini?"

Putri : "Sesuatu…" *jawabnya cepat*

Saya : "Saat kita ngobrol gini, apakah Dek Putri sadar jantung kita tetap bergerak memompa darah tanpa henti dan tanpa harus dengan sadar kita kendalikan? Lalu siapa yang menggerakkan?

Putri : "Sesuatu, mbak…"
*suaranya lemah dan nampak sekali rona wajahnya berubah*

Saya : "Yup, sesuatu itulah Zat yang Maha Luar Biasa. Zat yang menjadi jawaban atas semua pertanyaan-pertanyaan kita. Zat yang menciptakan alam semesta berikut semua isinya. Termasuk menciptakan diri kita dengan semua keajaibannya. Zat itulah dek yang kita sebut Tuhan.  Sudah yok kita tidur dulu. Besok kita harus bangun lebih awal."

Saya akhiri diskusi malam itu dengan membiarkan Putri menggantung dalam pikirnya. Kami tidur berdampingan bersama peserta yang lain. Waktu berjalan dan sayapun terlelap. Hingga saya dibangunkan oleh gadis manis ini beberapa jam kemudian.

Putri : "Mbak, bangun mbak. Teman-teman sudah siap-siap mau sholat malam."
Saya : "Oiya, makasi. Dek putri sudahh bangun dari tadi?" 
Putri : "Saya gak tidur sama sekali mbak. Saya inget waktu kecil diajari doa mau tidur dan saya paham artinya. Saya takut kalau saya tidur saya gak bangun lagi. Padahal saya baru saja percaya bahwa Tuhan itu benar-benar ada. Ya mbak, sekarang saya percaya bahwa Tuhan itu benar-benar ada. Tolong dampingi saya ya mbak, bantu saya menemukan siapa Tuhan saya. Apa agama saya."

Allahu akbar! Kupeluk tubuhnya dan kupekikkan takbir dalam hati keras-keras. Maha Besar Allah yang Maha memberi hidayah.

Buku Said Hawwa benar-benar berpengaruh dalam perjalanan hidup saya. Ketika sedang tersungkur dalam doa dan air mata, entah kenapa seolah lukisan alam terhampar di depan mata. Bumi dengan hamparan gunung dan semua pepohonannya. Langit dengan hamparan bintang dan planet-planet yg tak pernah bertubrukan satu sama lainnya. 
Bayangan-bayangan itu sukses menjadi suntikan motivasi bagi saya. Memberi keyakinan lebih, bahwa sebesar apapun semua masalah hidup yg saya alami, Allah pasti sangat bisa memberi pertolongan. Jika menciptakan dan mengatur dunia seisinya saja mudah, apalagi mengatur dan menyelesaikan masalah saya. 
Tak ada masalah besar karena ada Allah Yang Maha Besar! Karena hanya Dia yang Maha memudahkan apa yang sulit bagi kita. Karena hanya Dia yang Maha Memungkinkan apa yang mustahil menurut kita.

Gejolak hati dan gemuruh jiwa seperti ini kembali saya rasakan saat Umroh kemarin. Ada beberapa tempat yang membuat perasaan-perasaan seperti ini kembali muncul dan sukses membuat tubuh bergetar dan menangis hebat. Salah satunya saat masuk ke Museum Asmaul Husna yg ada di dekat Masjid Nabawi.

Memisahkan diri dari rombongan, suami mengajak saya berkeliling museum ba'da sholat syuruq. Benar saja. Dari awal hingga akhir perasaan ini terus berkecamuk. Takjub, takut, merinding, merasa kecil, merasa lemah, datang silih berganti saat disuguhi aneka maket, gambar maupun video. Planet dan ruang angkasa, pohon tertinggi di dunia, badai tornado, hembusan ombak yang ganas, kawah gunung api, semut kecil, penciptaan manusia dan sebagainya. Benar-benar diajak membaca ayat-ayat Allah yg terhampar di depan mata dalam penciptaan-Nya. 

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. QS Ali ‘Imran :190-191

Lalu apakah iman kita semakin bertambah saat melihat hamparan karya dan ciptaan-Nya? Apakah penglihatan kita sudah dipakai untuk membaca tanda-tanda kekuasaan-Nya? Atau jangan-jangan justru sebaliknya?


Sebuah Renungan : Bertambahkah Iman Kita Saat Melihat Hamparan Karya dan Ciptaan-Nya?
read more

0 comments:

Post a Comment


Top